Ego Manusia

 

Sumber gambar: ego manusia

 

Oleh Maul_MK 

 

Semilir angin membawa sebuah nama dalam lamunan. Kita duduk diantara kotak-kotak keramik membayangkan rasa pada kerinduan di kala bertapa. Teriknya mentari telah menyengat tubuh dan mengalirkan keringat yang terasa pekat. Menunggu memang melelahkan. 

 

Terkadang, kita memimpikan sosok dalam bayangan. Bukankah berharap pada-Nya itu lebih baik? Memang benar, namun kita telah menduakan rasa ini. Maaf kita yang kini tak bisa lagi menyempurnakan untuk-Nya. Sang Pencipta lebih berhak mendapatkannya.

 

Dalam sujud masih saja nama itu yang mengaum. Ketakutan kita pada kata yang berlebihan mematahkan rasa cinta kepada-Nya. Salah kita terlalu menaruh harap pada makhluk yang diciptakan oleh-Nya. Semua mematahkan angan.

 

Kita sematkan seberkas pantulan cahaya menuju lorong-lorong buntu. Dalam ketakutan, terpancar sejuk memandang sepi. Petikan dalam gitar bergema mengaungkan dunia insan yang dibalik oleh dunia. Menjelma asing tanpa rasa.

 

Irama puitis berdendang di biduk hilir menangkap badai yang bersemilir. Kita menari dalam alunan secara bergilir. Langit menemani bintang-bintang mengerling. Sempurna!

 

Kini, dalam syair do'a hanya memberi berita elegi dan berharap Tuhan membalas sepi berisi mentari. Kita bukanlah sandal apalagi sundal! Tidak mencari abaimana melainkan lorong cahaya atas kebenaran.

 

Dunia bukan teori, argumentasi ataupun ilmu pasti. Segalanya hanya sebentar saja. Semenit bahkan hitungan detik. Pergi dan datang; sila berganti. Harap tak lagi tentang Yang Maha Kuasa. Ego pada keinginan lebih terdepan. Aneh. Dunia telah berbeda sebab diubah oleh makhluk pendosa.

 

Hentikan !!!” teriak sorangan.

 

Percikan gembira menyambut dunia semoga tak mati lagi.

 

 

Medan

 

Maul_MK

 

 

Post a Comment

8 Comments