Semilir Oktober


Oleh Maul_MK

Ada kata benci terbesit dalam cinta. Mengalun melodi seraya kau sangat mengagumi. Dalam balutan kata, kau telah menghiasi hari dan hati. 

Kita telah berjarak sebab Tuhan mengirim sesuatu yang bergejolak indah hanya untuk lelah. Masa lalu mengukir pekatnya malam yang telah karam sebab geram. 

Kau terlalu mudah menyeberang jembatan patah dan terjatuh dengan gemetar dada yang membuatmu kalah. Sudah, pergilah!

Jalan yang berkali-kali kau tempuh telah meluluhlantakkan kisah. Menyimak langit, mengunjungi lorong patah yang terasa menggigit luka kian membekas. 

Demi waktu, Tuhan menghadirkan degup dalam nadi. Menyalakan langit oleh gemerencing sinar rembulan. Menemani perih yang kini aku terima. 

Kau, Oktober yang mengawali hari dan melangkah setapak kenang-kenang berpantulan menemani angin, menemani daun semilir, menemani kata bergilir.

Kau, gubuk yang melarang untuk pulang. Dinding-dinding itu bercoret karsa berdebu. Kita terpaut tidak bertali dalam kisah yang masih saja berdiri sendiri.

“Entah apa yang Tuhan rencana. Kita, bersua alurnya. Namun, bukanlah di bibir mata.” 

Kau, air keruh yang mengalir di lembah kenangan indah. Hanyut dan tergerus. Cairan itu terasa dingin setelah aku menyentuhnya. 

Sesekali, aku hirup aroma yang terasa datar. Bukan perbedaan berlandas cinta yang telah merindukan purnama terbentang di langit, melainkan persamaan terjadinya gerhana. Masyaa Allah; Maha Suci Allah.

Aku merindukan angin untuk membawa berita melalui daunan tua yang menghampiri dengan mudahnya. Ketika terbang menjadi pilihan. 

Kabar yang mulai tak terdengus membuat jemari lihai dalam mengenang karsa dan membalut derita. Tidak sampai disitu. Kita, lebih hidup dalam tarian dunia masing-masing. Aku semogakan kebahagiaan membersamai  kembali.

Demi waktu, kita terpisah. Kau, adalah rumah tua yang masih singgah dalam lorong buntu. Cerita panjang telah membisukan kata melalui cinta. Sering pula angin menemani sepi. Aku, masih disini.

Pagi ini, kau kembali. Membawa mawar berbalut duri dan melukai beberapa alur yang telah hilang sebab kau berjarak, hilang, dan kembali. Sesak masih mencabik-cabik namun cinta terus memberi waktu. Isak tangis menemani panggilanmu berkata kau telah hilang. Siapakah aku? 

Cahaya Allah telah membawa jiwa kau kembali. Namun, ruh masih tertinggal bersama diri itu. Siapakah aku? 

"Aku bagai kinantan hilang taji; mati suri."

Setelah masyhur, kita terbentang jarak dan aku kehilangan arah. Kau enggan memberi kabar. Datanglah dia bersama senyum untuk membuat dongeng ceria. Ribuan persembahan telah membawa kau terbang. Lalu, kita saling hilang.

Kenangan membawaku pada rawan. Pernah pula, sebuah bincacak keluar dalam kata-kata kasar. Berdamai pada waktu tidak semudah kau datang membawa mawar yang penuh duri. Cinta telah disetubuhi oleh benci. Kini, apa yang harus aku lalui?

Medan


Post a Comment

12 Comments

  1. Memang TUKANG OJEK PENGKOLAN ini kata2nya

    TOP....LNJUT KEUUUN CUY

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah berkunjung, broo :")
      Kalau suka boleh share ke teman-temannya juga ya hehe

      Delete
  2. Wididaww
    Semangat terus mngukir karyanya..

    ReplyDelete
  3. Selalu hanyut di buatnya😭😭
    Uh, sukses kawan awak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma aamiin..
      Terima kasih sudah berkunjung. Jangan bosan untuk mengikuti karya-karya yang lainnya ya :")

      Delete
  4. Berkarya lagi sahabat:) tulisannya sangat menyentuh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haloo sahabat literasi:")
      Terima kasih untuk apresiasinya. Silakan share ke teman-temannya juga ya kalau suka 🤗

      Delete
  5. salam kenal kk,
    Karya kkk bagus, suka bacanya. Sering" buat blog y kk. Suksesss terusss😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal kembali kak :")
      Terima kasih sudah berkunjung. Tetap pantau untuk karya yang lainnya dan jangan lupa untuk share ke teman-temannya juga ya kak. Sukses juga untuk kakak :")

      Delete
  6. MasyAllah. Terharu banget. Baper bacanya 🤧

    ReplyDelete